Tanggapi pos ini dengan menuliskannya di atas garis ini
Pos baru pada Aswaja Muda Bawean
Adab Orang Berilmu ketika ditanya tentang Suatu Masalah
oleh Muhammad Syamsudin
Seiring semakin berkembangnya keinginan ummat Islam untuk mengkaji dan mendalami kembali ajaran agama Islam, semakin banyak pula dibuka majelis-majelis ‘ilmu yang disana dibacakan Al Qur’an, Hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, perkataan para shahabat Rodhiyallahu ‘anhum, pendapat para imam dan ulama’ Rohimahumullah. Demikian juga diantara bukti betapa hal ini berkembang pesar –hanya milik Allah segala pujian- adalah banyaknya kaum muslimin bertanya kepada orang yang mereka akui keilmuannya baik secara langsung di majelis ataupun melalui tulisan ataupun via telepon. Mudah-mudahan ini pertanda bahwa kita benar-benar merealisasikan firman Allah Subhana wa Ta’ala,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak mengetahui”. (QS. An Nahl [16] : 43 dan Al Anbiya’ [21] : 7).
Namun dari sekian banyak adab dalam bertanya maka ada hal mutlak yang ingin disampaikan dalam forum ini sebagai perhatian bagi kita ketika ditanya lalu berkeinginan menjawab sebuah pertanyaan dalam urusan agama.
لقد جاء في بحر المحيط في أصول الفقه للزركشي رحمه الله تعالى:
مسألة:
نص الإمام الشافعي رضي الله عنه على أن العالم لا يقول في مسألة : " لا أعلم " حتى يجهد نفسه في النظر فيها ثم يقف . كما أنه لا يقول : " أعلم " ويذكر ما علمه حتى يجهد نفسه ويعلم , نقله بعض المتأخرين . و وجهه أن العالم ليس كالعامي ، فقوله : لا أعلم يهون أمر المسألة ويطمع السائل في الإقدام* مع أنها قد تكون منصوصة الحكم . وأيضا فالعالم مأمور بالنظر ليتعلم ويعلم ، *فليس قوله " لا أعلم " من الدين في شيء حتى يقف عند مقتضيات العلم بعد سبرها* . ولا شك أن هذا محمول على من يطلق " لا أعلم " إطلاقا . أما من يقيد كلامه بما يعرف فيه المعنى فلا يمنع.
Imam Syafi'iy radliyallahu 'anhu pernah mengatakan, bahwasanya orang berilmu itu pantang mengatakan "aku tidak tahu" terhadap suatu masalah (pertanyaan) yang disodorkan sampai mereka berijtihad sendiri dengan sekuat tenaga untuk pertanyaan tersebut sehingga mentog (tahu posisi hukum/ muqtadlo al hukm).
Adab ini ia terapkan sebagaimana ia tidak mau buru-buru menyatakan "saya tahu" sampai ia mengingat kembali apa yang pernah dipelajarinya dan bersungguh2 sampai kemudian ia mengetahui dengan pasti muqtadlo al hukmy-nya. Demikian, sebagaimana dinukil para ulama mutaakhirin.
Adalah faedah dari hal di atas adalah bahwasanya orang berilmu/ berpengetahuan itu tidak selayaknya seperti otang buta. Jawaban yang ia berikan terhadap suatu mas-alah sebagai "aku tidak tahu" adalah sama saja dengan meremehkan mas-alah tersebut yang mana si sail telah selangkah berusaha mencari jawabnya dengan bertanya, yang barangkali mas-alah tersebut telah diputuskan dalam teks hukum.
Adalah orang 'alim merupakan sosok pribadi yang diperintahkan untuk belajar yang selanjutnya harus mengajarkannya. Dengan demikian, tiada istilah kata "saya tidak tahu" dalam urusan agama sampai ia benar2 berdiri pada suatu ketetapan ilmu yang dikuasainya. Tak diragukan lagi, hal ini berlaku mutlak untuk semua orang yang biasa mengatakan "saya tidak tahu". Namun, sedikit ada pengecualian, bagi orang yang memang benar-benar terbatas pengetahuannya dalam menangkap pesan makna, barulah tidak dilarang untuk mengatakan "saya tidak tahu".
Referensi:
Bahrul Muhith fi Ushul al fiqih, li al Zarkasy
Muhammad Syamsudin | 21 Jun 2017 pukul 8:18 pm | Kategori: KISWAH | URL: http://wp.me/p7197d-qU
Komentar Lihat semua komentar Suka
Berhenti berlangganan dari agar tidak lagi menerima pos dari Aswaja Muda Bawean.
Ubah pengaturan email Anda di Kelola Langganan.
Sulit mengeklik? Salin dan rekatkan URL ini ke peramban Anda:
https://aswajamudabawean.wordpress.com/2017/06/21/%e2%80%8badab-orang-berilmu-ketika-ditanya-tentang-suatu-masalah/
Terima kasih telah mengudara bersama WordPress.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar