Senin, 10 April 2017
HTI
Tanggapi pos ini dengan menuliskannya di atas garis ini
Pos baru pada Aswaja Muda Bawean
HTI : Rangkuman dr kitab “ADDIFA” karya alumni ponpes sunniyah salafiyah pasuruan
oleh Muhammad Syamsudin
HTI aswaja?
Selama ini kita kenal Hizbut Tahrir sebagai organisasi yang gigih memperjuangkan berdirinya khilafah Islam. Jargon-jargon Islam selalu menyertai setiap gerakan mereka. Namun tidak banyak yang tahu paham keagamaan seperti apa yang mereka bawa, dan sebenarnya apakah Hizbut Tahrir itu?
Kami Menjawab
Organisasi Hizbut Tahrir adalah partai politik Islam yang didirikan pada tahun1953 di Jerussalem oleh Taqiyuddin An-Nabhani (penting dicatat, bukan Syaikh Yusuf An Nabhani, ulama sunni yang terkenal itu)
Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani dilahirkan di Desa Ijzim, Haifa, Palestina Utara, pada tahun 1909 dan wafat di Beirut pada tahun 1979. An Nabhani adalah lulusan Al-Azhar dan Darul Ulum Mesir. Ia berprofesi sebagai guru sekolah agama dan hakim. Dalam membentuk Hizbut Tahrir, Taqiyuddin dibantu para koleganya yang telah memisahkan diri dari organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Hizbut Tahrir memang menitik-beratkan perjuangan dalam bidang politik, yaitu untuk mengembalikan khilafah Islam. Namun, ternyata banyak sekali pandangan-pandangan mereka yang tidak sesuai dengan pandangan Ahlu Sunnah wal jama`ah.
(KHILAFAH)
Menurut pandangan Hizbut Tahrir, pemerintahan yang sah adalah pemerintahan dengan sistem khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah. Selama tidak ada sistem Khilafah di muka bumi, maka seluruh umat muslim yang tidak berjuang untuk menegakkannya dianggap berdosa besar (1). Ini didasarkan kepada firman Allah :
} وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} [المائدة: 44[
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (QS Al Maidah : 44)
Mereka beranggapan bahwa lemahnya umat Islam saat ini adalah karena rusaknya sistem pemerintahan. Oleh karena itu, perjuangan harus dimulai dengan merebut kekuasaan, kemudian merubah sistem kenegaraan menjadi sistem khilafah.
Kesalahan pertama mereka adalah mengarahkan ayat di atas untuk orang-orang mukmin, padahal ayat ini diturunkan bukan menyangkut kaum muslimin, akan tetapi khusus mengenai orang-orang Yahudi yang tidak mau mengikuti hukum yang dibawakan Taurat dan ditetapkan oleh Rasulullah. Ibnu Abbas mengatakan ketika membicarakan mengenai ayat ini dan dua ayat setelahnya yaitu :
{ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ } [المائدة: 45]
4{ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ } [المائدة: 47]
أَنَّ اْلكَافِرِيْنَ وَالظَّالِمِيْنَ وَاْلفَاسِقِيْنَ : أَهْلُ اْلكِتَابِ
“Sesungguhnya yang dimaksud dengan اَلْكَافِرِيْنَ وَالظَّالِمِيْنَ وَاْلفَاسِقِيْنَ adalah ahlul kitab.” (2)
Ayat tersebut juga merupakan ayat yang sama yang dijadikan kaum khawarij (salah satu golongan ahli bid`ah) untuk mengkafirkan orang-orang mukmin yang berbuat maksiat. Maka selayaknya bagi Hizbut Tahrir untuk berhati-hati agar tidak terjatuh ke lubang yang sama dengan mereka sebagai ahli bid`ah. Ibnu Umar pernah berkata mengenai kaum Khawarij :
إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِى الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ .
“Mereka mengarahkan ayat-ayat yang turun mengenai orang-orang kafir untuk ditujukan kepada orang-orang mukmin.” (3)
Kiranya patut kita pertanyakan kepada mereka, bagaimanakah bentuk sistem khilafah yang mereka idam-idamkan itu dan dengan cara apa kita memilih seorang khalifah? Tidak terdapat dalil yang tegas mengenai tata-cara pengangkatan imam atau sistem seperti apa yang harus digunakan untuk menjalankan pemerintahan Islam.
Kita bisa melihat dari sejarah, empat khalifah pertama yang digelari Khulafaurrasyidin saja menjadi khalifah dengan cara yang berbeda-beda. Tak perlu kita heran, karena menjelang wafatnya, Rasulullah tidak menunjuk seorang pun sebagai penggantinya atau petunjuk pengangkatan seorang khalifah. Beliau menyerahkan urusan kekhilafahan ini sepenuhnya kepada umat untuk dimusyawarahkan. Sesuai firman Allah :
t{وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ } [الشورى: 38]
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.”(QS As Syura : 38)
Begitu pula mengenai sistem pemerintahan. Rasulullah tidak pernah mewajibkan umatnya untuk menganut satu sistem tertentu. Yang ditekankan dalam pemerintahan Rasulullah dan khulafaurrasyidin adalah sistem musyawarah. Jika kita mengharuskan untuk menjalankan pemerintahan seperti Rasulullah (khilafah), maka berarti 30 tahun sejak wafatnya Rasulullah, kaum muslimin telah berdosa karena sistem pemerintahan sejak saat itu berdasar pada warisan seperti raja-raja, sebagaimana sabda Rasululah saw :
الْخِلاَفَةُ ثَلاَثُونَ عَاماً ثُمَّ يَكُونُ بَعْدَ ذَلِكَ الْمُلْكُ ]مسند أحمد - (ج 47 / ص 496)[
“Khilafah itu hanyalah tiga puluh tahun, kemudian setelah itu adalah raja-raja.” (HR Ahmad)
Memang kita semua menginginkan sistem khilafah bisa berlaku saat ini seperti di masa Rasulullah. Akan tetapi berdasarkan hadits di atas, kita harus bisa menerima bahwa sistem itu telah berlalu.
Mungkin kalangan Hizbut Tahrir menganggap bahwa sistem khilafah masih bisa ditegakkan berdasarkan hadits :
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكاً عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكاً جَبَرِيَّةً فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ نُبُوَّةٍ ». ثُمَّ سَكَتَ.] مسند أحمد - (18903ج 40 / ص 65[(
Sesungguhnya Nabi saw bersabda: “Kenabian akan menyertai kalian selama Allah menghendakinya, kemudian Allah mengangkat kenabian itu bila menghendakinya. Kemudian akan datang khilafah sesuai dengan jalan kenabian dalam waktu Allah menghendakinya. Kemudian Allah mengangkatnya apabila menghendakinya. Kemudian akan datang kerajaan yang menggigit dalam waktu yang Allah kehendaki. Kemudian Allah mengangkatnya apabila menghendakinya dan diganti dengan kerajaan yang memaksakan kehendaknya. Kemudian akan datang khilafah sesuai dengan jalan kenabian. Lalu Nabi saw diam”. (HR Ahmad)
Dalam hadits di atas, Rasulullah menyebutkan lima fase kepemimpinan umat muslimin: Pertama fase kenabian. Kedua fase khulafaurasyidin. Ketiga dan keempat fase raja-raja diktator, dan kelima fase khilafah yang sesuai dengan sistem nubuwah. Fase terakhir inilah yang ditunggu-tunggu dan diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir.
Masalahnya adalah mereka telah keliru dalam memahami hadits ini. Para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan fase kelima dalam hadits tersebut adalah masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz(4). Oleh karena itulah beliau dijuluki sebagai khalifah kelima dalam khulafaurrasyidin.
Yang jelas Rasulullah tidak pernah memerintahkan kita untuk menggunakan sistem khilafah. Beliau tidak pernah mengatakan “Kalian harus mengikuti sistem khilafah seperti aku” atau semacamnya. Beliau hanya bersabda :
الْخِلاَفَةُ ثَلاَثُونَ عَاماً ثُمَّ يَكُونُ بَعْدَ ذَلِكَ الْمُلْكُ
“Khilafah itu hanyalah tiga puluh tahun, kemudian setelah itu adalah raja-raja.”
Justru Rasulullah memerintahkan kita untuk selalu taat kepada pemerintah yang sah dalam artian tidak berusaha untuk memberontak, walau pun pemimpin kita adalah orang fasik, atau bahkan seorang budak hitam yang cacat (5). Akibat yang ditimbulkan oleh penggulingan pemerintahan adalah lebih berbahaya dari pada akibat yang timbul karena fasiknya seorang imam.
Rasulullah saw bersabda :
سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُوْنَ وَتُنْكِرُوْنَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلاَ نُقَاتِلُهُمْ ؟ قَالَ لَا مَا صَلَّوا
“Akan ada banyak pemimpin, dan kalian akan mengetahuinya dan mengingkarinya. Barang siapa tidak menyukainya maka dia telah terbebas (dari dosa) dan barang siapa yang mengingkarinya (dalam hati) maka dia telah selamat. Akan tetapi mereka yang ridha dan mengikuti (yang mendapatkan dosa). Maka mereka (sahabat) berkata : “Wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi mereka?” Rasulullah berkata: “Jangan, selama mereka masih shalat”. (HR Muslim) (6)
Dalam hadits lain disebutkan :
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيْتَةَ جَاهِلِيَّةٍ
“Barang siapa yang tidak menyukai sesuatu dari pemimpinnya, hendaknya bersabar sebab barang siapa yang keluar dari ketaatan sultan, maka ia wafat seperti orang jahiliah.” (HR Bukhari)(7)
Oleh karena itu, mewajibkan kaum muslimin untuk mendirikan khilafah, apalagi sampai membolehkan mereka memberontak terhadap pemerintahan yang telah ada, merupakan pernyataan tanpa dalil dan berbahaya karena dapat menimbulkan kekacauan dalam suatu negara.
(AKIDAH)
Di bidang akidah, Hizbut Tahrir memiliki sedikit kemiripan dengan faham Qodariyah, paham yang menganggap manusia bisa menentukan sendiri keinginannya tanpa terikat pada ketentuan Allah. Berikut beberapa bukti yang ada:
Dalam kitab As-Syakhshiyah Al-Islamiyah juz I bab Al qadha’ wal qodar (cet. Darul Ummah hal 94-95) Taqiyuddin berkata:
وَهَذِهِ اْلأَفْعَالُ ـ أَيْ أَفْعَالُ اْلإِنْسَانِ ـ لَا دَخْلَ لَهَا بِاْلقَضَاءِ وَلَا دَخْلَ لِلْقَضَاءِ بِهَا، لِأَنَّ اْلإِنْسَانَ هُوَ الَّذِي قَامَ بِهَا بِإِرَادَتِهِ وَاخْتِيَارِهِ، وَعَلَى ذَلِكَ فَإِنَّ اْلأَفْعَالَ اْلاِخْتِيَارِيَةَ لَا تَدْخُلُ تَحْتَ اْلقَضَاءِ» اهـ الشَّخْصِيَّة اْلإِسْلَامِيَّة الجزء الأول باب القضاء والقدر: ص94 ـ 95
“Segala perbuatan manusia tidak terkait dengan Qadla (kepastian) Allah, karena setiap manusia dapat menentukan kemauan dan keinginannya sendiri. Maka semua perbuatan yang mengandung unsur kesengajaan dan kehendak manusia tidak masuk dalam Qadla.”
Pada As-Syakhshiyah Al-Islamiyah juz I bab Alhuda wad Dlolal (cet. Darul Ummah hal 98) penulis menyatakan:
فَتَعْلِيْقُ اْلَمثُوْبَةِ أَوِ اْلعُقُوْبَةِ بِاْلهُدَى وَالضَّلَالِ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ اْلهِدَايَةَ وَالضَّلَالَ هُمَا مِنْ فِعْلِ اْلإِنْسَانِ وَلَيْسَا مِنَ اللهِ» اهـ (الشخصية الإسلامية الجزء الأول : باب الهدى والضلال ص 98(
“Jadi mengkaitkan adanya pahala sebagai balasan bagi kebaikan dan siksa sebagai balasan dari kesesatan, menunjukkan bahwa petunjuk dan kesesatan adalah murni perbuatan manusia itu sendiri, bukan berasal dari Allah.”
Ini jelas menyimpang dari ajaran ahlussunnah wal jamaah, karena bertentangan dengan ayat Al-Qur’an dan Hadits. Allah berfirman:
} وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ } [الصافات: 96[
“Allah menciptakan kalian dan Allah menciptakan perbuatan kalian.” (QS As Shaffat :96)
Ibn Abbas ra berkata :
إِنَّ كَلَامَ اْلقَدَرِيَّةِ كُفْرٌ
“Sesungguhnya perkataan kaum Qodariyah adalah kufur.” (8)
Bisa juga yang dimaksudkan Ibn Abbas dengan “kufur” di sini sebagai warning bahwa hal itu mengarah pada kekufuran. Namun yang jelas mereka adalah ahli bid’ah.
Diriwayatkan pula dari Umar bin Abdul Aziz, Imam Malik bin Anas dan Imam Awza’i :
اِنَّهُمْ يُسْتَتَابُوْنَ فَإِنْ تَابُوْا وَإِلاَّ قُتِلُوْا
“Sesungguhnya mereka (kaum Qodariyah ) diminta untuk bertaubat. Jika menolak maka mereka dibunuh.”(9)
Ma’mar meriwayatkan dari Towus, dari bapaknya bahwa seseorang berkata kepada Ibnu Abbas: “Banyak orang mengatakan perbuatan buruk bukanlah qodar (kepastian) Allah SWT.” Maka Ibnu Abbas menjawab:“Yang membedakan aku dan pengikut Qodariyah adalah Ayat ini.”:
{ قُلْ فَلِلَّهِ الْحُجَّةُ الْبَالِغَةُ فَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ } [الأنعام: 149]
“Katakan! Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat. Maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya.” (QS.Al-An’am: 149)(10)
Tak cukup itu, Hizbut Tahrir malah menuduh ahlussunnah sama dengan kelompok sesat Jabariyyah, tanpa menyertakan bukti yang memadai. Taqiyuddin menyatakan dalam kitab As-Syakhsiyyah Al-Islamiyah juz 1 hal. 73:
وَاْلحَقِيْقَةُ هُوَ اَنَّ رَأْيَهُمْ _ اَيْ اَهْلِ السُّنَّةِ_وَرَأْيَ اْلجَبَرِيَّةِ وَاحِدٌ فَهُمْ جَبَرِيُّوْنَ
“Pada hakikatnya, pendapat mereka , ahlussunnah wal jama’ah , dan pendapat jabariyah adalah satu. Maka mereka adalah termasuk kelompok jabariyah.”
(SYARIAH)
Di bidang syari’ah, Hizbut Tahrir tidak mau terikat kepada salah satu madzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali dan lebih mendahulukan ijtihad mereka sendiri. Mereka juga tidak mengakui ijma’ sebagai dasar hukum selain ijma’ sahabat. Berikut beberapa contoh fatwa nyeleneh mereka:
Dalam kitab mereka, At-Tafkir hal. 149:
مَتَى أَصْبَحَ قَادِرًا عَلَى اْلاِسْتِنْبَاطِ فَإِنَّهُ حِيْنَئِذٍ يَكُوْنُ مُجْتَهِدًا، وَلِذَلِكَ فَإِنَّ اْلاِسْتِنْبَاطَ أَوِ اْلاِجْتِهَادَ مُمْكِنٌ لِجَمِيْعِ النَّاسِ، وَمُيَسَّرٌ لِجَمِيْعِ النَّاسِ وَلاَ سِيَّمَا بَعْدَ أَنْ أَصْبَحَ بَيْنَ أَيْدِي النَّاسِ كُتُبٌ فِي اللُّغَّةِ اْلعَرَبِيَّةِ وَالشَّرْعِ اْلإِسْلاَمِي ، – كتاب التفكير ص/149
”Sesungguhnya apabila seseorang mampu menggali hukum dari sumbernya, maka telah menjadi mujtahid. Oleh karenanya, maka menggali hukum atau ijtihad dimungkinkan bagi siapa pun, dan mudah bagi siapa pun, apalagi setelah mempunyai kitab lughot ( Tata Bahasa Arab ) dan Fiqh Islam.”
Perkataan ini mengesankan terbukanya kemungkinan untuk berijtihad meski pun dengan modal pengetahuan yang sedikit.
Alhasil, Hizbut Tahrir nyata-nyata berseberangan dengan Ahlussunnah. Apa yang telah disampaikan di atas hanyalah sedikit dari contoh penyimpangan mereka. Sebenarnya masih banyak fakta-fakta lain yang belum terungkap.
Muhammad Syamsudin | 5 April 2017 pukul 2:49 am | Kategori: KISWAH | URL: http://wp.me/p7197d-lh
Komentar Lihat semua komentar Suka
Berhenti berlangganan dari agar tidak lagi menerima pos dari Aswaja Muda Bawean.
Ubah pengaturan email Anda di Kelola Langganan.
Sulit mengeklik? Salin dan rekatkan URL ini ke peramban Anda:
https://aswajamudabawean.wordpress.com/2017/04/05/hti-rangkuman-dr-kitab-addifa-karya-alumni-ponpes-sunniyah-salafiyah-pasuruan/
Terima kasih telah mengudara bersama WordPress.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar